gimana sob menurut kalian??

Selasa, 10 Januari 2012

download flashplayaer disini

artikel anak berbakat




BAB II
ISI

A.  Definisi Anak Berbakat
Pengertian dan definisi mengenai anak berbakat sangat beragam. Keragaman itu sangat tergantung dari perkembangan pandangan masyarakat terhadap keberbakatan. Beberapa definisi keberbakatan dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.    Definisi versi Amerika 
Pengertian berbakat di Amerika Serikat pada dasarnya dikaitkan dengan skor tes inteligensia Stanford Binet yang dikembangkan oleh Terman setelah Perang Dunia I. Dalam hasil tesnya itu, anak-anak yang memiliki skor IQ 130 atau 140 dinyatakan sebagai anak berbakat (Kirk  &  Gallagher, 1979:6). Sekitar tahun 1950 pengertian tersebut mulai berkembang ketika para pendidik di Amerika Serikat berusaha memberikan  pengertian yang lebih luas tentang anak berbakat.
Pada waktu itu yang dimaksud dengan anak berbakat (gifted dan talented) ialah mereka yang menunjukkan secara konsisten penampilan luar biasa hebat dalam suatu bidang yang berfaedah (Henry, seperti dikutip oleh Kirk dan Gallagher, 1979:61). Adapun definisi yang digunakan dalam Public Law 97-135 yang disahkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1981, yang dimaksud dengan anak berbakat (gifted and talented) ialah berikut ini.
Anak yang menunjukkan kemampuan/penampilan yang tinggi dalam bidang-bidang, seperti intelektual, kreatif, seni, kapasitas kepemimpinan atau bidang-bidang, akademik khusus, dan yang memerlukan pelayanan-pelayanan atau aktivitas-aktivitas yang tidak biasa disediakan oleh sekolah agar tiap kemampuan berkembang secara penuh (Clark, 1983:5).
Bertolak dari hasil penelitian tentang proses belajar maka Clark (1983:6) mengemukakan definisi keberbakatan sebagai berikut.
Keberbakatan adalah suatu konsep yang berakar biologis, suatu nama dari inteligensia taraf tinggi sebagai hasil dari integrasi yang maju cepat dari fungsi-fungsi dalam otak meliputi pengindraan (physical  sensing), emosi,  kognisi, dan intuisi. Fungsi yang maju dan cepat tersebut mungkin diekspresikan dalam bentuk kemampuan-kemampuan yang melibatkan kognisi, kreativitas, kecakapan akademik, kepemimpinan atau seni rupa dan seni pertunjukan. Oleh karena itu, dengan inteligensia ini individu berbakat menampilkan atau menjanjikan harapan untuk menampilkan inteligensia pada taraf tinggi. Oleh karena kemajuan dan percepatan perkembangan tersebut, individu memerlukan pelayanan dan aktivitas khusus yang disediakan oleh sekolah agar kemampuan mereka berkembang secara optimal.
Definisi formal yang dikemukakan oleh Francoya Gagne adalah sebagai berikut: Giftedness berhubungan dengan kecakapan yang secara jelas berada di atas  rata-rata dalam satu atau lebih rendah (domains) bakat manusia. Talented berhubungan dengan penampilan (performance) yang  secara jelas berbeda di atas rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas manusia” (Gagne dalam Calongelo dan Davis, 1991:65).

2.    Definisi versi Indonesia
Adapun definisi berbakat versi Indonesia, seperti dirumuskan dalam seminar/lokakarya Program alternatives for the gifted and talented yang diselenggarakan di Jakarta (1982) bahwa yang disebut anak berbakat adalah mereka yang didefinisikan oleh orang-orang profesional mampu mencapai prestasi yang tinggi karena memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa. Mereka menonjol secara konsisten dalam salah satu atau beberapa bidang, meliputi bidang intelektual umum, bidang kreativitas, bidang seni/kinetik, dan bidang psikososial/kepemimpinan. Mereka memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat merealisasikan turunan mereka terhadap masyarakat maupun terhadap diri sendiri. (Utami Munandar, 1995:41).
Rumusan di atas mengandung implikasi bahwa (a) bakat merupakan potensi yang memungkinkan seorang berpartisipasi tinggi, (b) terdapat perbedaan antara bakat sebagai potensi yang belum terwujud dengan bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul, ini berarti anak berbakat yang underachiever juga diidentifikasi  sebagai  anak  berbakat, (c) terdapat keragaman dalam bakat, (d) ada kecenderungan bahwa bakat hanya akan muncul dalam salah satu bidang kemampuan, dan (e) perlunya layanan pendidikan khusus di luar jangkauan pendidikan biasa.
Dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989, yang disebut anak berbakat  adalah “warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa”. Kecerdasan berhubungan dengan perkembangan kemampuan intelektual, sedangkan kemampuan luar biasa tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual. Jenis-jenis kemampuan dan kecerdasan luar biasa yang dimaksud dalam batasan ini meliputi (a) kemampuan intelektual umum dan akademik khusus, (b) berpikir kreatif-produktif, (c) psikososial/ kepemimpinan, (d) seni/kinestetik, dan (e) psikomotor.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berbakat adalah anak yang mempunyai kemampuan yang unggul dari anak rata-rata/normal baik dalam kemampuan intelektual maupun nonintelektual sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan secara khusus. Moh. Amin (1996) menyimpulkan bahwa keberbakatan merupakan istilah yang berdimensi banyak. Keberbakatan bukan semata-mata karena seseorang memiliki inteligensia tinggi melainkan ditentukan oleh banyak faktor. 

B.  Karakteristik Anak Berbakat
Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi akademik, sosial/emosi, dan fisik/kesehatan.
1.    Karakteristik Akademik
Roe, seperti dikutip oleh Zaenal Alimin (1996) mengidentifikasikan karakteristik keberbakatan akademik adalah:
a.    memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar,
b.    keranjingan membaca,
c.    menikmati sekolah dan belajar.
Sedangkan Kitano dan Kirby (1986) yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (1994) mengemukakan karakteristik keberbakatan bidang akademik adalah:
a.    memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik khusus,
b.    memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode, dan terminologi dari bidang akademik khusus,
c.    mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik khusus  yang dipelajari pada aktivitas-aktivitas bidang lain,
d.   kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk mencapai standar yang lebih tinggi dalam suatu bidang akademik,
e.    memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik dan  motivasi yang tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan
f.     belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus.
Salah satu contoh yang digambarkan oleh Kirk (1986) bahwa  seorang anak berbakat berusia 10 tahun, ia memiliki kemampuan akademik dalam hal membaca sama dengan anak normal usia 14 tahun, dan berhitung sama dengan usia 11 tahun, anak ini memiliki keberbakatan dalam membaca.  

2.    Karakteristik Sosial/Emosi
Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan sosial, yaitu:
a.    diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang dewasa,
b.    keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka memberikan sumbangan positif dan konstruktif,
c.    kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran dan pengambil kebijakan oleh teman sebayanya,
d.   memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan jujur,
e.    perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa,
f.     bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga relevan dengan  situasi,
g.    mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan orang dewasa,
h.    mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan
i.      memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi sosial dengan cerdas, dan humor.
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa anak yang berbakat dalam hal social dan emosi, bahwa seorang anak berusia 10 tahun memperlihatkan kemampuan penyesuaian sosial dan emosi (sikap periang, bersemangat, kooperatif, bertanggung jawab, mengerjakan tugasnya dengan baik, membantu temannya yang kurang mampu dan akrab dalam bermain). Sikap-sikap yang diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak normal usia 16 tahun.    

3.    Karakteristik Fisik/Kesehatan
Dalam segi fisik, anak berbakat memperlihatkan (a) memiliki penampilan yang menarik dan rapi, (b) kesehatannya berada lebih baik  atau di atas rata-rata, (studi longitudinal Terman dalam Samuel A. Kirk, 1986).
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa seorang anak berbakat usia 10 tahun memiliki tinggi dan berat badan sama dengan usianya. Yang  menunjukkan perbedaan adalah koordinasi geraknya sama dengan anak normal usia 12 tahun. Mereka juga memperlihatkan sifat rapi.
Karakteristik anak berbakat secara umum, seperti yang dikemukakan oleh Renzulli, 1981 (dalam Sisk,  1987) menyatakan bahwa keberbakatan (giftedness) menunjukkan keterkaitan antara 3 kelompok ciri-ciri, yaitu (a) kemampuan kecerdasan jauh di atas rata-rata, (b) kreativitas tinggi dan (c) tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas (task commitment). Masing-masing ciri mempunyai peran yang menentukan.
Seseorang dikatakan berbakat intelektual jika mempunyai inteligensia tinggi. Sedangkan kreativitas adalah sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, memberikan gagasan baru, kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah ada. Demikian pula berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas. Hal inilah yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan  karena  ia  telah  mengikatkan  diri  pada  tugas  atas  kehendaknya sendiri.

C.  Kebutuhan Pendidikan Anak Berbakat
Keanekaragaman yang ditemui diantara anak-anak termasuk anak berbakat mencerminkan jenis dan jumlah adaptasi yang perlu diadakan sekolah untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka. Kebutuhan pendidikan anak berbakat dapat ditinjau dari 2 kepentingan berikut.
1.    Kebutuhan Pendidikan dari Segi Anak Berbakat itu Sendiri
Oleh karena potensi yang dimiliki anak berbakat sedemikian  hebatnya jika dibandingkan dengan anak biasa maka untuk mengembangkan potensinya mereka membutuhkan hal-hal berikut ini.
a.  Anak berbakat membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensinya melalui penggunaan fungsi otak yang efektif dan efisien. Mereka tetap membutuhkan pengembangan fungsi otaknya walaupun telah memiliki otak yang hebat. Apalagi penggunaan kapasitas otak itu hanya 5% dari fungsi keseluruhannya (Conny Semiawan, 1995). Melalui pendidikan terjadi interaksi antara potensi bawaan individu dengan lingkungannya.
b.  Membutuhkan peluang untuk dapat berinteraksi dengan anak-anak lainnya sehingga mereka tidak menjadi manusia yang memiliki superioritas intelektual saja tetapi merupakan manusia yang mempunyai tingkat penyesuaian yang tinggi pula.
c.  Membutuhkan peluang untuk mengembangkan kreativitas dan motivasi internal untuk belajar berprestasi karena usaha pengembangan anak berbakat tidak semata-mata hanya pada aspek kecerdasan saja.
Dengan memenuhi kebutuhan tersebut diharapkan anak berbakat  tidak hanya menjadi insan yang superior karena gagasan dan pemikirannya yang cemerlang, tetapi ia juga dapat menjadi manusia harmonis dalam bergaul. Anak berbakat adalah individu yang utuh yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain.

2.    Kebutuhan Pendidikan yang Berkaitan dengan Kepentingan Masyarakat
Kehadiran anak berbakat dengan potensinya yang bermakna  sangatlah merugikan jika potensi yang dimiliki anak tersebut tidak diakomodasi dan didorong untuk berkembang sehingga dapat berguna dalam pengembangan bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan anak berbakat membutuhkan dukungan dari masyarakat, antara lain sebagai berikut.
a.    Membutuhkan kepedulian dari masyarakat terhadap pengembangan potensi anak berbakat. Apabila kepedulian ini kurang atau tidak ada maka potensi anak tersebut menjadi mubazir, maksudnya anak berbakat berada di bawah potensi kemampuannya. Kepedulian ini digambarkan oleh Moh. Amin (1996) dengan mengatakan bahwa sejak dahulu Plato telah menyerukan agar anak-anak berbakat dididik secara khusus karena mereka ini diharapkan akan menjadi pemimpin dalam segala bidang.
b.    Membutuhkan pengembangan sumber daya manusia berbakat. Usaha pengembangan sumber daya manusia berbakat merupakan pengakomodasian serta pengembangan aset bangsa karena anak-berbakat ini dapat menjadi penopang dan pendorong kemajuan bangsa karena potensi yang dimilikinya berkembang secara optimal.
c.    Anak berbakat membutuhkan keserasian antara kemampuannya dengan pengalaman belajar. Oleh karena itu, pendidikan perlu mewujudkan lingkungan yang kaya pengalaman sehingga dapat memenuhi perkembangan anak berbakat. Anak-anak berbakat memiliki perspektif masa depan yang jauh berbeda dengan orang lain.
d.   Membutuhkan usaha untuk mewujudkan kemampuan anak berbakat secara nyata (rill) melalui latihan yang sesuai dengan segi keberbakatan anak berbakat itu sendiri.
D.  Jenis-Jenis Layanan Bagi Anak Berbakat
Beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam memberi layanan kepada anak berbakat adalah sebagai berikut.
1.    Komponen sebagai Persiapan Penentuan Jenis Layanan
Sebelum menentukan jenis layanan pendidikan bagi anak berbakat, perlu memperhatikan beberapa hal yang penting, antara lain sebagai berikut.
a.    Pengidentifikasian anak berbakat
Mengidentifikasi anak berbakat bukanlah hal yang mudah. Oleh  karena banyak anak-anak berbakat di sekolah tidak menampakkan bakat mereka dan tidak dipupuk. Banyak diantara mereka berasal dari  golongan ekonomi rendah, mengalami masalah emosional yang menyamarkan kemampuan intelektualnya atau subkultur yang menekan kemampuan bicara. Langkah pertama dalam pengenalan anak berbakat adalah menentukan alasan atau sebab untuk mencari mereka. Jika kita memilih kelompok matematika maka pendekatan akan berlainan kalau  kita mencari siswa yang mempunyai keterampilan menulis kreatif atau untuk kemampuan seni pementasan, kepemimpinan, dan lain-lain.
Alat-alat yang digunakan dalam identifikasi berfokus pada beberapa hal, seperti yang dikemukakan oleh Kirk (1986), yaitu kelancaran (kemampuan untuk memberikan jawaban bagi pertanyaan yang diberikan), kelenturan (kemampuan untuk memberikan berbagai macam jawaban atau beralih dari satu macam respons ke respons yang lain), dan kemurnian (kemampuan untuk memberikan respons yang unik dan layak). Namun, hal-hal yang ditemukan oleh guru, orang tua, perlu dicek dengan tes standar dan pengukuran kemampuan objektif lainnya oleh para ahli dalam bidang tersebut.
Selanjutnya Renzulli, dkk., seperti dikutip Conny Semiawan (1995) mengemukakan bahwa identifikasi anak berbakat harus mewakili kawasan-kawasan kemampuan intelektual umum, komitmen terhadap tugas, dan kreativitas. Menurutnya kinerja seseorang secara khusus dipengaruhi oleh motivasi yang muncul dalam menyelesaikan tugasnya dan ketiga dimensi itu saling berhubungan. Prosedur identifikasi  dengan sendirinya memperhatikan faktor intelektual dan non intelektual. Pendekatan Renzulli ini penting karena dapat membedakan anak-anak berbakat dari mereka yang biasa-biasa saja terutama dilihat dari faktor motivasi dan kreativitas.

b.    Tujuan umum pendidikan anak berbakat
Tujuan program pendidikan anak berbakat adalah (1) anak-anak berbakat harus menguasai sistem konseptual yang penting ada pada tingkat kemampuan mereka dalam berbagai bidang mata pelajaran, (2) anak-anak berbakat harus mengembangkan keterampilan dan strategi yang memungkinkan mereka menjadi mandiri, kreatif, dan memenuhi kebutuhan dirinya, dan (3) anak-anak berbakat harus mengembangkan suatu kesenangan dan kegairahan tentang belajar yang akan membawa mereka melalui kerja keras dan kerutinan yang merupakan bagian proses yang tidak dapat dihindarkan (Samuel A. Kirk, 1986).

c.    Kebutuhan pendidikan anak berbakat baik itu kepentingan individu anak berbakat itu sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat
Dari analisis komponen-komponen tersebut diciptakan jenis  layanan pendidikan yang merupakan alternatif dalam implementasi pendidikannya.

2.    Komponen sebagai Alternatif Implementasi Jenis Layanan
Berikut ini akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan implementasi layanan pendidikan anak berbakat.
a.  Ciri Khas Layanan yang sesuai dengan Kebutuhan Anak Berbakat
1)  Adaptasi lingkungan belajar
Ada beberapa alasan dalam mengadaptasi lingkungan belajar, yaitu (a) untuk memberi kesempatan anak berbakat dalam berinteraksi dengan teman yang seusia, (b) untuk memudahkan guru dalam mengajar karena berkurangnya keanekaragaman siswa, dan (c) untuk menempatkan siswa berbakat dengan pengajar yang yang mempunyai keahlian khusus dalam menangani anak berbakat. Sehubungan  dengan adaptasi lingkungan belajar ini Gallagher, dkk. (1983) mengemukakan ada beberapa cara sebagai berikut.
a)    Kelas pengayaan, guru kelas melaksanakan suatu program tanpa bantuan petugas dari luar.
b)   Guru konsultan, pelaksanaan program pengajaran dalam kelas biasa dengan bantuan konsultan khusus yang terlatih.
c)    Ruangan sumber belajar, siswa berbakat meninggalkan ruang kelas biasa ke ruangan sumber untuk menerima pengajaran dari guru yang terlatih.
d)   Studi mandiri, siswa memilih proyek-proyek dan mengerjakannya di bawah pengawasan seorang guru yang berwewenang.
e)    Kelas  khusus,  siswa  berbakat  dikelompokkan  bersama-sama  di sekolah dan diajar oleh guru yang dilatih khusus.
f)    Sekolah  khusus,  siswa  berbakat  menerima  pengajaran  di  sekolah khusus dengan staf guru yang dilatih secara khusus.
Selanjutnya,  Utami  Munandar  (1996)  mengemukakan  bahwa  alternatif lingkungan  belajar/tempat  belajar  anak  berbakat  dapat  berupa  sekolah unggulan  yang  dapat  menampung  anak-anak  berprestasi  tinggi  dari daerah  sekitarnya.  Di  sekolah  unggulan  itu  mereka  dihadapkan  dengan program yang memungkinkan akselerasi dan pengayaan. 

2)   Adaptasi Program
Adaptasi program dilakukan dalam beberapa cara, diantaranya  sebagai berikut.
a)    Melalui percepatan/akselerasi siswa
Stanley (1979) mengemukakan beberapa cara percepatan, yaitu:
(1)   pemasukan ke sekolah pada usia dini, anak yang memperlihatkan kematangan sosial dan intelektual diperbolehkan memasuki Taman Kanak-kanak pada usia lebih muda dari anak pada umumnya;
(2)   pelompatan tingkat/kelas, anak dengan cepat naik kelas  pada kelas/tingkat  berikutnya  walaupun  belum  saatnya  kenaikan  kelas;
(3)   percepatan materi, anak mengikuti materi standar dengan waktu yang lebih singkat,  misalnya  belajar di Sekolah Menengah Pertama hanya  dua  tahun;
(4)   penempatan  yang  maju,  siswa  mengambil pelajaran  di  Perguruan  Tinggi  sementara  ia  masih  di  Sekolah Menengah Atas; dan
(5)   pemasukan ke Perguruan Tinggi yang lebih awal, seorang siswa yang sangat maju bisa masuk Perguruan Tinggi dalam usia 13, 14 atau 15 tahun.
b)   Melalui pengayaan
Pengayaan isi (mata pelajaran) memberi kesempatan pada siswa untuk mempelajari materi secara luas, seperti menggunakan ilustrasi khusus, membuat contoh-contoh, memperkaya pandangan, dan menemukan sesuatu.
c)    Pencanggihan materi pelajaran
Materi pelajaran harus menantang anak berbakat untuk menggunakan pemikiran  yang tinggi agar mengerti ide, dan memiliki abstraksi yang tinggi. Materi pencanggihan ini tidak terdapat dalam kurikulum/program pendidikan biasa.
d)   Pembaruan   
Pembaruan isi pelajaran adalah pengenalan materi yang biasanya tak akan muncul dalam kurikulum umum karena keterbatasan  waktu atau abstraknya sifat isi pelajaran. Tujuan pembaruan ini ialah untuk membantu anak-anak berbakat menguasai ide-ide  yang  penting. Jenis pembaruan materi pelajaran, misalnya guru  mengajak siswa untuk memikirkan konsekuensi kemajuan teknologi (AC, komputer, TV, dan lain-lain).
e)  Modifikasi kurikulum sebagai alternatif
(1)   Kurikulum plus
       Herry Widyastono (1996) mengemukakan bahwa kurikulum plus dikembangkan dari kurikulum umum (nasional) yang diperluas dan diperdalam (pengayaan horizontal dan vertikal), agar siswa mampu memanifestasikan (mewujudkan) potensi proses berpikir tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi, dan pemecahan masalah) yang dimiliki, tidak sekadar proses berpikir tingkat rendah (ingatan/pengetahuan, pemahaman, dan penerapan), seperti anak pada umumnya yang sebaya dengannya.
(2)   Kurikulum berdiferensiasi
Conny Semiawan (1995) mengemukakan bahwa kurikulum berdiferensiasi dirancang dengan mengacu pada penanjakan kehidupan mental melalui berbagai program yang akan menumbuhkan kreativitas serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual tingkat tinggi. Kurikulum ini  tidak memerlukan sekolah khusus anak berbakat. Dalam  model ini, anak berbakat yang menonjol dalam bidang tertentu bisa memperoleh materi yang lebih banyak sehingga bakatnya menonjol. Dalam pengayaan, bukan materi dan jam pelajarannya yang ditambah secara kuantitatif tetapi yang paling penting adalah suatu desain yang secara kualitatif berbeda dengan anak normal.
Kurikulum ini memungkinkan guru untuk mendiferensiasi kurikulum tanpa mengganggu kelancaran pembelajaran di dalam  kelas.

b.  Strategi Pembelajaran dan Model Layanan
1)  Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak berbakat sangat mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan strategi pembelajaran adalah sebagai berikut.
a)    Pembelajaran anak berbakat harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas yang lebih sesuai dengan kemampuannya yang lebih tinggi dari anak normal.    
b)   Pembelajaran pada anak berbakat tidak saja mengembangkan kecerdasan intelektual semata, tetapi pengembangan kecerdasan emosional juga patut mendapat perhatian. Utami Munandar (1996) mengemukakan bahwa kreativitas dan motivasi internal anak berbakat perlu dikembangkan untuk belajar berprestasi.
c)    Pembelajara anak berbakat berorientasi pada modifikasi proses, isi/content,  dan  produk.  Sehubungan  dengan  itu,  M. Soleh  YAI (1996) mengemukakan 3 jenis modifikasi sebagai berikut. Modifikasi  proses  adalah  metodologi  atau  cara  guru  mengajar termasuk  cara  mempresentasikan  isi  materi  kepada  siswa  yang berorientasi  kepada  berpikir  tingkat  tinggi,  banyak  pilihan, mengupayakan penemuan, mendukung penalaran atau argumentasi, kebebasan  memilih,  interaksi  kelompok  dan  simulasi,  serta kecepatan dan variasi proses. Modifikasi  isi  adalah  modifikasi  dalam  materi  pembelajaran  baik berupa  ide,  konsep  maupun  fakta.  Pembelajaran  dimulai  dari  hal yang konkret, menuju ke hal yang kompleks, abstrak dan bervariasi. Modifikasi  produk  atau  hasil  adalah  produk  kurikulum  yang  tidak dapat  dipisahkan  dari  isi  materi  dan  proses  pembelajaran  yang dikembangkan  dan  merupakan  hasil  dari  proses  yang  dievaluasi untuk menentukan efektivitas satu program.

2)  Model-model layanan
Model-model  layanan  yang  dimaksud  dalam  tulisan  adalah  ini  model yang  mengarah  pada  perkembangan  anak  berbakat  diantaranya  layanan perkembangan  kognitif,  nilai,  moral,  kreativitas  dan  bidang  khusus. Berikut  ini  akan  dikemukakan  apa  dan  bagaimana  implementasi  dari model-model itu (adaptasi dari Conny Semiawan, 1995):
a)    Model layanan kognitif-afektif
Sasaran akhir  dari  model  ini  adalah  pengembangan  bakat.  Oleh karena  itu,  dalam  proses  pembelajaran  sangat memperhitungkan kreativitas  dan  sisi  kognitif  afektif  yang  merupakan  dinamika dari proses perkembangan bakat tersebut. Metode atau cara dalam melaksanakan model tersebut, yaitu dengan cara  pemberian stimulus  langsung  pada  belahan  otak  kanan,  dan metode  tak  langsung dengan menghayati pengalaman belajar atau percakapan tertentu secara mendalam.
b)   Model layanan perkembangan moral
Sasaran  model  ini  adalah  tercapainya  kemandirian  moral  atau tanggung  jawab  moral  yang  diperoleh  melalui  sosialisasi  dan individualisasi dalam kaitan manusia sebagai  makhluk individu dan makhluk  sosial.  Sebagai  makhluk  individu  ia  berhak  mencipta, menyatakan  diri  secara  mandiri,  namun  sebagai  makhluk  sosial  ia harus  dapat  meletakkan  kepentingannya  dalam  kepentingan masyarakat. Pendidikan moral anak berbakat seyogianya harus jauh lebih luas dari yang diperoleh di kelas. Usaha mengimplementasikan model  ini  adalah  sekolah  harus  menciptakan  suasana  dengan mengacu  pada  kemampuan  berpikir,  yang  dilakukan  sesuai  dengan prinsip-prinsip  dan kepedulian terhadap  yang  lain.  Oleh  karena  itu, Vare  dalam  Khatana,  1992  mengusulkan  strategi  untuk mengembangkan  moral  adalah:  mengadakan  diskusi  dengan  teman sebaya  mengenai  dilema  atau  klarifikasi  nilai,  membaca  hasil penelitian tentang moral, bermain peran, simulasi, drama kreatif dan permainan,  penelitian  kelompok  atau  kelas  mengenai  ketentuan hukum  (strategi  yuridisprudensial),  dan  diskusi  dengan  lingkungan masyarakat tentang  isu sekolah.
c)    Model perkembangan nilai
Model ini memperhatikan  peranan  kehidupan  afektif (emosional) sehari-hari,  seperti  rasa  senang,  sedih,  takut,  bangga,  malu, rasa bersalah,  dan  bosan.  Perasaan-perasaan  ini  membentuk  sikap seseorang  dan  sebaliknya  perkembangan  nilai  erat  hubungannya dengan perkembangan sikap dan merupakan kerangka pembentukan moral  seseorang.  Oleh  karena  itu,  strategi  pengembangan nilai erat kaitannya dengan strategi perkembangan moral.         
d)   Layanan berbagai bidang khusus
Bidang-bidang khusus ini adalah kepemimpinan, seni rupa dan seni pertunjukan.
(1)     Kepemimpinan
Kepemimpinan menurut Stogdill (1977) adalah kemampuan, hasil belajar, tanggung jawab, partisipasi, status, dan situasi. 
(a)   Kemampuan kepemimpinan terkait dengan inteligensia, kepekaan dan penilaian. Sifat-sifat ini dapat diamati dalam kegiatan  ekstrakurikuler  (bagi  anak  remaja).
(b)   Hasil belajar, terkait dengan pengetahuan, kemajuan persekolahan  atau  data  authentic.  Hal  ini  dapat  dilatih  dibangku  sekolah  melalui  berbagai  pengalaman  belajar  dan dapat dilihat dari kinerja pesertanya.
(c)   Tanggung jawab, terkait dengan prakarsa, percaya diri dan keinginan  melebihi  teman-temannya.  Ini  dapat  dilatih melalui tugas kelompok, dan tugas konstruksi tertentu yang dapat  menampilkan  keinginan  untuk  melebihi,  dan mudah dapat diciptakan.
(d)  Partisipasi, menunjuk pada keaktifan, keluwesan, bergaul, kerja sama, kemampuan menyesuaikan diri dan humor. Kemampuan itu dapat dilatihkan melalui berbagai permainan, seperti penugasan membuat karangan tentang diri sendiri yang dapat menampilkan sifat kepemimpinan tersebut.
(e)   Status, terkait dengan potensi sosial ekonomis dan popularitas. Hal ini dapat diamati dalam pergaulan sehari-hari.
(f)   Situasi, terkait dengan tingkat mental, keterampilan, kebutuhan, dan interest. Biasanya informasi tentang kualitas situasi ini diperoleh melalui analisis sosiometrik. 
(2)   Kelompok seni dan pertunjukan
Seni rupa dan pertunjukan adalah sifat-sifat pribadi khusus dan produktivitas. Pendekatan biasanya dilakukan melalui pengamatan dan layanan bersifat khusus melalui kinerja atau pertunjukan. Layanan perilaku musik dapat diadakan dengan menyelesaikan melodi musik menurut fantasinya sendiri, meniru langsung tanpa tanda baca not balok di alat music tertentu, latihan irama, mengingat lagu atau melodi tertentu tersebut.

c.    Layanan perkembangan kreativitas
Pengembangan kreativitas terdiri dari beberapa tingkat, seperti berikut.
1)   Tingkat kreativitas pertama, ditandai oleh fleksibilitas, originalities, serta keterbukaan  terhadap  masalah  yang  disertai  keberanian  mengambil risiko.  Latihannya  adalah  berilah  secarik  kertas  kepada  anak  dengan pertanyaan ”Siapa Anda”. Tugasilah anak menulis sembilan jawaban tentang dirinya yang tidak boleh dilihat oleh temannya. Suruhlah mereka periksa  secara  cermat,  barangkali  ada  jawaban  yang  ingin  diubahnya karena dirasakannya tidak sesuai dengan dirinya. Setelah selesai bagilah murid menjadi 5 atau 8 orang per kelompok dan suruhlah mereka saling membicarakan  jawabannya.  Tujuannya  adalah  untuk  saling  menghayati keunikan dirinya. Selanjutnya dapat diberi pertanyaan secara terbuka.
2)   Tingkat  kreativitas  kedua,  ditandai  oleh  adanya  pemetaan  masalah dengan  mencari  pemecahan  masalah  secara  teratur  (organized). Misalnya, “Lima hari sekolah” dapat dipetakan dalam kelompok masalah dan bagaimana perlakukan subjek terhadap masalah tersebut. Kemudian, guru  dapat  memberikan  beberapa  pertanyaan  yang  menuntut  pemikiran evaluatif  atau aneh  seperti  persamaan dan  perbedaan raksasa  dan  orang kerdil.
3)   Tingkat  kreativitas  ketiga,  dengan  mengadakan  perumusan  masalah berdasarkan asumsi tertentu,  seperti mencari berbagai informasi tentang hal  tertentu,  analisis  desain  yang  sistemik  serta  meramalkan  sesuatu (hipotesis), membuktikan kebenaran suatu ramalan, dan membuat projek mandiri tentang topik tersebut. Selanjutnya, dapat dibuka berbagai pusat kegiatan,  misalnya  pusat  sains  dan  pusat  pengembangan  pengabdian pada masyarakat.

d.   Stimulasi imajinasi dan proses inkubasi
Hal  lain  yang  perlu  dilakukan  adalah  mengembangkan  stimulasi imajinasi kreatif dan proses inkubasi.
1)   Stimulasi  imajinasi  kreatif  adalah  proses  mental  manusiawi  yang menjadikan  semua  kekuatan  motif  berprestasi  untuk  menstimulasi  dan memberi  energi  pada  tindakan  kreatif.  Hal  ini  dapat  dilakukan  dengan mengembangkan  fungsi  otak  kiri  dan  faktor  khusus,  seperti  kualitas suasana  rumah,  pola  asuh  ibu-anak  atau  bapak-anak,  komunikasi antarkeluarga sehingga terjadi interaksi anak dengan lingkungannya.
2)   Proses inkubasi adalah tahap berpikir kreatif dan pengatasan masalah (problem solving) dimana fungs mental yang tadinya digerakkan oleh persiapan yang direncanakan secara intensif sehingga tercapai pemahaman yang mengarah pada pemecahan masalah.  

e.    Desain pembelajaran 
Sebagaimana  kita  ketahui  bahwa  anak  berbakat  terus-menerus memerlukan  stimulus  untuk  mencapai  perkembangan  yang  optimal. Oleh karena  itu,  kita  perlu  merencanakan  desain  pembelajaran  yang  khusus. Renzulli mengemukakan bahwa langkah-langkah penting untuk diperhatikan dalam  mendesain  pembelajaran  adalah  sebagai  berikut:  Seleksi  dan  latihan guru,  pengembangan  kurikulum  untuk  memenuhi  kebutuhan  belajar  dalam segi akademik maupun seni, prosedur identifikasi jamak, pematokan sasaran program,  orientasi  kerja  sama  antarpersonel,  rencana  evaluasi,  dan peningkatan administratif.
Hal-hal  tersebut  dapat  dikelompokkan  menjadi  karakteristik  dan kebutuhan  belajar  anak,  persiapan  tenaga  guru,  pengembangan  kurikulum yang  sesuai  dengan  kebutuhan  anak, adanya  kerja  sama  antarpersonel,  pola administrasi, dan rencana evaluasi yang digunakan.
Selanjutnya, dalam menentukan alternatif pembelajaran M. Soleh (1996) mengemukakan  bahwa  ada  pilihan  khusus,  seperti  (1)  mengemas  materi bidang  studi  tertentu  agar  sesuai  dengan  kebutuhan  belajar  anak  berbakat, kemudian berangsur-angsur ke bidang studi lain; (2) melatih teknik mengajar tertentu kepada guru bidang studi seperti teknik pembelajaran pengembangan kreativitas;  dan  (3)  mencobakan  beberapa  model  pembelajaran  di  sekolah atau  daerah  tertentu  dan  jika  diperoleh  hasil  yang  baik,  kemudian menyebarluaskannya ke sekolah lain.



f.     Evaluasi
Proses  evaluasi  pada  anak  berbakat  tidak  berbeda  dengan  anak  pada umumnya,  namun  karena  kurikulum  atau  program  pelajaran  anak  berbakat berbeda dalam cakupan dan tujuannya maka dibutuhkan penerapan evaluasi yang sesuai dengan keadaan tersebut.
Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar anak berbakat. Sehubungan dengan hal itu Conny Semiawan (1987, 1992) mengemukakan bahwa instrumen dan prosedur yang digunakan  mengacu pada ketuntasan belajar adalah pengejawantahan dari kekhususan layanan pendidikan anak berbakat, hasil umpan balik untuk keperluan tertentu, pemantulan tingkat kemantapan penguasaan suatu materi sesuai dengan sifat, keterampilan, dan kemampuan maupun kecepatan belajar seseorang. Model pengukuran seperti tersebut di atas adalah pengukuran acuan kriteria (criterion-reference). Sebaliknya ada pengukuran acuan norma yang membandingkan keberbakatan seseorang dengan temannya. Kedua cara tersebut tidak selalu menunjuk hasil akhir yang diinginkan, melainkan merupakan petunjuk bidang mana yang sudah dikuasai individu sehingga memberikan keterangan mengenai  taraf kemampuan yang dicapai tanpa tergantung pada kinerja temannya. Penting untuk diperhatikan bahwa sebaiknya disertai dengan saran mengenai model evaluasi yang perlu diterapkan,apakah tes atau nontes.        










BAB III
KESIMPULAN

A.  Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman yang memadai mengenai anak berbakat akan mendukung keberhasilan layanan pendidikan bagi anak-anak tersebut. Pengertian anak berbakat dalam perkembangannya telah mengalami perubahan dari pengertian  yang berdasarkan pada pendekatan faktor tunggal (berdasarkan IQ) ke pendekatan yang bersifat multi dimensional (faktor jamak). Faktor tunggal menggunakan kriteria keberbakatan berdasarkan inteligensia yang tinggi, sedangkan faktor jamak menggunakan kriteria keberbakatan tidak semata-mata  ditentukan oleh faktor inteligensia, tetapi juga hasil perpaduan atau hasil interaksi dengan lingkungan.
Demikian pula dalam memandang tentang karakteristik anak berbakat yang tidak hanya ditinjau dari keberbakatan akademik, tetapi ditinjau pula dalam keberbakatan sosial, emosional, penampilan dan pemeliharaan kesehatan. Anak berbakat pada umumnya memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan anak-anak normal sehingga mereka membutuhkan program dan layanan pendidikan secara khusus dengan melalui adaptasi pendidikan bagi anak-anak berbakat tersebut. Berdasarkan hasil penelitian M. Soleh, dkk., populasi anak  berbakat adalah 3% dari anak seusianya dan 3-8 % dari mereka berada di sekolah biasa. Dari data tersebut, sangat mungkin apabila di kelas-kelas kita akan hadir anak berbakat yang selama ini dihadapkan dengan kurikulum yang umum dan waktu belajar yang sama dengan teman sekelasnya atau dengan jenis layanan yang relatif sama dengan teman sekelasnya. Alangkah ruginya anak berbakat jika dihadapkan dengan situasi demikian secara terus-menerus. 
Kebutuhan pendidikan anak berbakat ditinjau dari kepentingan anak berbakat  itu  sendiri  adalah  yang  berhubungan  dengan  pengembangan potensinya  yang hebat. Untuk mewujudkan potensi yang hebat itu anak berbakat membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensi yang dimilikinya melalui penggunaan fungsi otak, peluang untuk berinteraksi, dan  pengembangan  kreativitas  dan  motivasi  internal  untuk  belajar berprestasi. Dari segi kepentingan masyarakat, anak berbakat membutuhkan kepedulian, pengakomodasian, perwujudan lingkungan yang kaya dengan pengalaman,  dan kesempatan anak berbakat untuk berlatih secara nyata.
Selanjutnya,  dalam  menentukan  jenis  layanan  bagi  anak  berbakat perlu memperhatikan beberapa komponen berikut. Komponen persiapan penentuan  jenis  layanan,  seperti  Mengidentifikasi  anak  berbakat merupakan  hal yang tidak mudah karena banyak anak berbakat  yang tidak  menampakkan  keberbakatannya  dan  tidak  dipupuk.  Untuk mengidentifikasi  anak  berbakat  Anda  perlu  menentukan  alasan  atau sebab mencari mereka sehingga dapat menentukan alat identifikasi yang sesuai  dengan  kebutuhan  tersebut. Tujuan pendidikan anak berbakat adalah agar mereka menguasai sistem konseptual yang penting sesuai dengan kemampuannya, memiliki keterampilan yang menjadikannya mandiri dan kreatif, serta mengembangkan kesenangan dan kegairahan belajar untuk berprestasi.
Selanjutnya, komponen alternatif implementasi layanan meliputi ciri khas layanan, strategi pembelajaran dan evaluasi. Hal-hal yang diperhatikan dalam ciri khas layanan adalah adaptasi lingkungan belajar, seperti usaha pengorganisasian tempat belajar (sekolah unggulan, kelas khusus, guru konsultan, ruang sumber). Selain itu, ada adaptasi program, seperti usaha pengayaan, percepatan, pencanggihan, dan pembaruan program, serta modifikasi kurikulum (kurikulum plus dan berdiferensiasi).
Berkaitan dengan strategi pembelajaran bahwa strategi pembelajaran  yang  dipilih  harus  dapat  mengembangkan  kemampuan intelektual dan non intelektual serta dapat mendorong cara belajar anak berbakat. Oleh karena itu,  anak berbakat membutuhkan model layanan khusus, seperti bidang kognitif afektif,  moral,  nilai,  kreativitas,  dan bidang-bidang khusus. Evaluasi pembelajaran anak berbakat menekankan pada pengukuran dengan acuan kriteria dan pengukuran acuan norma