BAB II
ISI
A. Definisi Anak Berbakat
Pengertian dan
definisi mengenai anak berbakat sangat beragam. Keragaman itu sangat tergantung
dari perkembangan pandangan masyarakat terhadap keberbakatan. Beberapa definisi
keberbakatan dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Definisi versi
Amerika
Pengertian
berbakat di Amerika Serikat pada dasarnya dikaitkan dengan skor tes
inteligensia Stanford Binet yang dikembangkan oleh Terman setelah Perang Dunia
I. Dalam hasil tesnya itu, anak-anak yang memiliki skor IQ 130 atau 140
dinyatakan sebagai anak berbakat (Kirk & Gallagher, 1979:6).
Sekitar tahun 1950 pengertian tersebut mulai berkembang ketika para pendidik di
Amerika Serikat berusaha memberikan pengertian yang lebih luas tentang
anak berbakat.
Pada waktu itu
yang dimaksud dengan anak berbakat (gifted dan talented) ialah mereka yang
menunjukkan secara konsisten penampilan luar biasa hebat dalam suatu bidang
yang berfaedah (Henry, seperti dikutip oleh Kirk dan Gallagher, 1979:61).
Adapun definisi yang digunakan dalam Public Law 97-135 yang disahkan oleh
Kongres Amerika Serikat pada tahun 1981, yang dimaksud dengan anak berbakat
(gifted and talented) ialah berikut ini.
Anak yang
menunjukkan kemampuan/penampilan yang tinggi dalam bidang-bidang, seperti
intelektual, kreatif, seni, kapasitas kepemimpinan atau bidang-bidang, akademik
khusus, dan yang memerlukan pelayanan-pelayanan atau aktivitas-aktivitas yang
tidak biasa disediakan oleh sekolah agar tiap kemampuan berkembang secara penuh
(Clark, 1983:5).
Bertolak dari
hasil penelitian tentang proses belajar maka Clark (1983:6) mengemukakan
definisi keberbakatan sebagai berikut.
Keberbakatan
adalah suatu konsep yang berakar biologis, suatu nama dari inteligensia taraf
tinggi sebagai hasil dari integrasi yang maju cepat dari fungsi-fungsi dalam
otak meliputi pengindraan (physical sensing), emosi, kognisi, dan
intuisi. Fungsi yang maju dan cepat tersebut mungkin diekspresikan dalam bentuk
kemampuan-kemampuan yang melibatkan kognisi, kreativitas, kecakapan akademik,
kepemimpinan atau seni rupa dan seni pertunjukan. Oleh karena itu, dengan
inteligensia ini individu berbakat menampilkan atau menjanjikan harapan untuk
menampilkan inteligensia pada taraf tinggi. Oleh karena kemajuan dan percepatan
perkembangan tersebut, individu memerlukan pelayanan dan aktivitas khusus yang
disediakan oleh sekolah agar kemampuan mereka berkembang secara optimal.
Definisi formal
yang dikemukakan oleh Francoya Gagne adalah sebagai berikut: Giftedness
berhubungan dengan kecakapan yang secara jelas berada di atas rata-rata
dalam satu atau lebih rendah (domains) bakat manusia. Talented berhubungan
dengan penampilan (performance) yang secara jelas berbeda di atas
rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas manusia” (Gagne dalam
Calongelo dan Davis, 1991:65).
2. Definisi versi
Indonesia
Adapun definisi
berbakat versi Indonesia, seperti dirumuskan dalam seminar/lokakarya Program
alternatives for the gifted and talented yang diselenggarakan di Jakarta (1982)
bahwa yang disebut anak berbakat adalah mereka yang didefinisikan oleh
orang-orang profesional mampu mencapai prestasi yang tinggi karena memiliki
kemampuan-kemampuan luar biasa. Mereka menonjol secara konsisten dalam salah
satu atau beberapa bidang, meliputi bidang intelektual umum, bidang
kreativitas, bidang seni/kinetik, dan bidang psikososial/kepemimpinan. Mereka
memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar
jangkauan program sekolah biasa, agar dapat merealisasikan turunan mereka
terhadap masyarakat maupun terhadap diri sendiri. (Utami Munandar, 1995:41).
Rumusan di atas
mengandung implikasi bahwa (a) bakat merupakan potensi yang memungkinkan
seorang berpartisipasi tinggi, (b) terdapat perbedaan antara bakat sebagai
potensi yang belum terwujud dengan bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam
prestasi yang unggul, ini berarti anak berbakat yang underachiever juga
diidentifikasi sebagai anak berbakat, (c) terdapat keragaman
dalam bakat, (d) ada kecenderungan bahwa bakat hanya akan muncul dalam salah
satu bidang kemampuan, dan (e) perlunya layanan pendidikan khusus di luar
jangkauan pendidikan biasa.
Dalam UUSPN No.
2 Tahun 1989, yang disebut anak berbakat adalah “warga negara yang
memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa”. Kecerdasan berhubungan dengan
perkembangan kemampuan intelektual, sedangkan kemampuan luar biasa tidak hanya
terbatas pada kemampuan intelektual. Jenis-jenis kemampuan dan kecerdasan luar
biasa yang dimaksud dalam batasan ini meliputi (a) kemampuan intelektual umum
dan akademik khusus, (b) berpikir kreatif-produktif, (c) psikososial/
kepemimpinan, (d) seni/kinestetik, dan (e) psikomotor.
Berdasarkan
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berbakat adalah anak
yang mempunyai kemampuan yang unggul dari anak rata-rata/normal baik dalam
kemampuan intelektual maupun nonintelektual sehingga mereka membutuhkan layanan
pendidikan secara khusus. Moh. Amin (1996) menyimpulkan bahwa keberbakatan
merupakan istilah yang berdimensi banyak. Keberbakatan bukan semata-mata karena
seseorang memiliki inteligensia tinggi melainkan ditentukan oleh banyak
faktor.
B. Karakteristik Anak Berbakat
Karakteristik anak berbakat ditinjau
dari segi akademik, sosial/emosi, dan fisik/kesehatan.
1. Karakteristik Akademik
Roe, seperti dikutip oleh Zaenal
Alimin (1996) mengidentifikasikan karakteristik keberbakatan akademik adalah:
a. memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar,
b. keranjingan membaca,
c. menikmati sekolah dan belajar.
Sedangkan Kitano dan Kirby (1986)
yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (1994) mengemukakan karakteristik
keberbakatan bidang akademik adalah:
a. memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik
khusus,
b. memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode,
dan terminologi dari bidang akademik khusus,
c. mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik
khusus yang dipelajari pada aktivitas-aktivitas bidang lain,
d. kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha
untuk mencapai standar yang lebih tinggi dalam suatu bidang akademik,
e. memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang
akademik dan motivasi yang tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan
f. belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus.
Salah satu contoh yang digambarkan
oleh Kirk (1986) bahwa seorang anak berbakat berusia 10 tahun, ia
memiliki kemampuan akademik dalam hal membaca sama dengan anak normal usia 14
tahun, dan berhitung sama dengan usia 11 tahun, anak ini memiliki keberbakatan
dalam membaca.
2. Karakteristik Sosial/Emosi
Ada beberapa ciri individu yang
memiliki keberbakatan sosial, yaitu:
a. diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang
dewasa,
b. keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka
memberikan sumbangan positif dan konstruktif,
c. kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam
pertengkaran dan pengambil kebijakan oleh teman sebayanya,
d. memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang
dan jujur,
e. perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa,
f. bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi
emosional sehingga relevan dengan situasi,
g. mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan
orang dewasa,
h. mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan
i. memiliki kapasitas yang luar biasa
untuk menanggulangi situasi sosial dengan cerdas, dan humor.
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa
anak yang berbakat dalam hal social dan emosi, bahwa seorang anak berusia 10
tahun memperlihatkan kemampuan penyesuaian sosial dan emosi (sikap periang,
bersemangat, kooperatif, bertanggung jawab, mengerjakan tugasnya dengan baik,
membantu temannya yang kurang mampu dan akrab dalam bermain). Sikap-sikap yang
diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak normal usia 16 tahun.
3. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Dalam segi fisik, anak berbakat
memperlihatkan (a) memiliki penampilan yang menarik dan rapi, (b) kesehatannya
berada lebih baik atau di atas rata-rata, (studi longitudinal Terman
dalam Samuel A. Kirk, 1986).
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa
seorang anak berbakat usia 10 tahun memiliki tinggi dan berat badan sama dengan
usianya. Yang menunjukkan perbedaan adalah koordinasi geraknya sama
dengan anak normal usia 12 tahun. Mereka juga memperlihatkan sifat rapi.
Karakteristik anak berbakat secara
umum, seperti yang dikemukakan oleh Renzulli, 1981 (dalam Sisk, 1987)
menyatakan bahwa keberbakatan (giftedness) menunjukkan keterkaitan antara 3
kelompok ciri-ciri, yaitu (a) kemampuan kecerdasan jauh di atas rata-rata, (b)
kreativitas tinggi dan (c) tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas
(task commitment). Masing-masing ciri mempunyai peran yang menentukan.
Seseorang dikatakan berbakat
intelektual jika mempunyai inteligensia tinggi. Sedangkan kreativitas adalah
sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, memberikan gagasan baru,
kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang
sudah ada. Demikian pula berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas. Hal
inilah yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami
berbagai rintangan dan hambatan karena ia telah
mengikatkan diri pada tugas atas kehendaknya
sendiri.
C. Kebutuhan Pendidikan Anak Berbakat
Keanekaragaman yang ditemui diantara
anak-anak termasuk anak berbakat mencerminkan jenis dan jumlah adaptasi yang
perlu diadakan sekolah untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka. Kebutuhan
pendidikan anak berbakat dapat ditinjau dari 2 kepentingan berikut.
1. Kebutuhan Pendidikan dari Segi Anak Berbakat itu Sendiri
Oleh karena potensi yang dimiliki
anak berbakat sedemikian hebatnya jika dibandingkan dengan anak biasa
maka untuk mengembangkan potensinya mereka membutuhkan hal-hal berikut ini.
a. Anak berbakat membutuhkan
peluang untuk mencapai aktualisasi potensinya melalui penggunaan fungsi otak
yang efektif dan efisien. Mereka tetap membutuhkan pengembangan fungsi otaknya
walaupun telah memiliki otak yang hebat. Apalagi penggunaan kapasitas otak itu
hanya 5% dari fungsi keseluruhannya (Conny Semiawan, 1995). Melalui pendidikan
terjadi interaksi antara potensi bawaan individu dengan lingkungannya.
b. Membutuhkan peluang untuk
dapat berinteraksi dengan anak-anak lainnya sehingga mereka tidak menjadi
manusia yang memiliki superioritas intelektual saja tetapi merupakan manusia yang
mempunyai tingkat penyesuaian yang tinggi pula.
c. Membutuhkan peluang untuk
mengembangkan kreativitas dan motivasi internal untuk belajar berprestasi
karena usaha pengembangan anak berbakat tidak semata-mata hanya pada aspek
kecerdasan saja.
Dengan memenuhi kebutuhan tersebut
diharapkan anak berbakat tidak hanya menjadi insan yang superior karena
gagasan dan pemikirannya yang cemerlang, tetapi ia juga dapat menjadi manusia
harmonis dalam bergaul. Anak berbakat adalah individu yang utuh yang dalam kesehariannya
membutuhkan orang lain.
2. Kebutuhan Pendidikan yang Berkaitan dengan Kepentingan
Masyarakat
Kehadiran anak berbakat dengan
potensinya yang bermakna sangatlah merugikan jika potensi yang dimiliki
anak tersebut tidak diakomodasi dan didorong untuk berkembang sehingga dapat
berguna dalam pengembangan bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan anak
berbakat membutuhkan dukungan dari masyarakat, antara lain sebagai berikut.
a. Membutuhkan kepedulian dari masyarakat terhadap pengembangan
potensi anak berbakat. Apabila kepedulian ini kurang atau tidak ada maka
potensi anak tersebut menjadi mubazir, maksudnya anak berbakat berada di bawah
potensi kemampuannya. Kepedulian ini digambarkan oleh Moh. Amin (1996) dengan
mengatakan bahwa sejak dahulu Plato telah menyerukan agar anak-anak berbakat
dididik secara khusus karena mereka ini diharapkan akan menjadi pemimpin dalam
segala bidang.
b. Membutuhkan pengembangan sumber daya manusia berbakat. Usaha
pengembangan sumber daya manusia berbakat merupakan pengakomodasian serta
pengembangan aset bangsa karena anak-berbakat ini dapat menjadi penopang dan
pendorong kemajuan bangsa karena potensi yang dimilikinya berkembang secara
optimal.
c. Anak berbakat membutuhkan keserasian antara kemampuannya
dengan pengalaman belajar. Oleh karena itu, pendidikan perlu mewujudkan
lingkungan yang kaya pengalaman sehingga dapat memenuhi perkembangan anak
berbakat. Anak-anak berbakat memiliki perspektif masa depan yang jauh berbeda
dengan orang lain.
d. Membutuhkan usaha untuk mewujudkan kemampuan anak berbakat
secara nyata (rill) melalui latihan yang sesuai dengan segi keberbakatan anak
berbakat itu sendiri.
D. Jenis-Jenis
Layanan Bagi Anak Berbakat
Beberapa komponen yang perlu
diperhatikan dalam memberi layanan kepada anak berbakat adalah sebagai berikut.
1. Komponen sebagai Persiapan Penentuan Jenis Layanan
Sebelum menentukan jenis layanan
pendidikan bagi anak berbakat, perlu memperhatikan beberapa hal yang penting,
antara lain sebagai berikut.
a. Pengidentifikasian anak berbakat
Mengidentifikasi anak berbakat
bukanlah hal yang mudah. Oleh karena banyak anak-anak berbakat di sekolah
tidak menampakkan bakat mereka dan tidak dipupuk. Banyak diantara mereka
berasal dari golongan ekonomi rendah, mengalami masalah emosional yang
menyamarkan kemampuan intelektualnya atau subkultur yang menekan kemampuan
bicara. Langkah pertama dalam pengenalan anak berbakat adalah menentukan alasan
atau sebab untuk mencari mereka. Jika kita memilih kelompok matematika maka
pendekatan akan berlainan kalau kita mencari siswa yang mempunyai
keterampilan menulis kreatif atau untuk kemampuan seni pementasan,
kepemimpinan, dan lain-lain.
Alat-alat yang digunakan dalam
identifikasi berfokus pada beberapa hal, seperti yang dikemukakan oleh Kirk
(1986), yaitu kelancaran (kemampuan untuk memberikan jawaban bagi pertanyaan
yang diberikan), kelenturan (kemampuan untuk memberikan berbagai macam jawaban
atau beralih dari satu macam respons ke respons yang lain), dan kemurnian (kemampuan
untuk memberikan respons yang unik dan layak). Namun, hal-hal yang ditemukan
oleh guru, orang tua, perlu dicek dengan tes standar dan pengukuran kemampuan
objektif lainnya oleh para ahli dalam bidang tersebut.
Selanjutnya Renzulli, dkk., seperti
dikutip Conny Semiawan (1995) mengemukakan bahwa identifikasi anak berbakat
harus mewakili kawasan-kawasan kemampuan intelektual umum, komitmen terhadap
tugas, dan kreativitas. Menurutnya kinerja seseorang secara khusus dipengaruhi
oleh motivasi yang muncul dalam menyelesaikan tugasnya dan ketiga dimensi itu
saling berhubungan. Prosedur identifikasi dengan sendirinya memperhatikan
faktor intelektual dan non intelektual. Pendekatan Renzulli ini penting karena
dapat membedakan anak-anak berbakat dari mereka yang biasa-biasa saja terutama
dilihat dari faktor motivasi dan kreativitas.
b. Tujuan umum pendidikan anak berbakat
Tujuan program pendidikan anak
berbakat adalah (1) anak-anak berbakat harus menguasai sistem konseptual yang
penting ada pada tingkat kemampuan mereka dalam berbagai bidang mata pelajaran,
(2) anak-anak berbakat harus mengembangkan keterampilan dan strategi yang
memungkinkan mereka menjadi mandiri, kreatif, dan memenuhi kebutuhan dirinya,
dan (3) anak-anak berbakat harus mengembangkan suatu kesenangan dan kegairahan
tentang belajar yang akan membawa mereka melalui kerja keras dan kerutinan yang
merupakan bagian proses yang tidak dapat dihindarkan (Samuel A. Kirk, 1986).
c. Kebutuhan pendidikan anak berbakat baik itu kepentingan
individu anak berbakat itu sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat
Dari analisis komponen-komponen
tersebut diciptakan jenis layanan pendidikan yang merupakan alternatif
dalam implementasi pendidikannya.
2. Komponen sebagai Alternatif Implementasi Jenis Layanan
Berikut ini akan dikemukakan hal-hal
yang berkaitan dengan implementasi layanan pendidikan anak berbakat.
a. Ciri Khas Layanan yang
sesuai dengan Kebutuhan Anak Berbakat
1) Adaptasi lingkungan belajar
Ada beberapa alasan dalam
mengadaptasi lingkungan belajar, yaitu (a) untuk memberi kesempatan anak
berbakat dalam berinteraksi dengan teman yang seusia, (b) untuk memudahkan guru
dalam mengajar karena berkurangnya keanekaragaman siswa, dan (c) untuk
menempatkan siswa berbakat dengan pengajar yang yang mempunyai keahlian khusus
dalam menangani anak berbakat. Sehubungan dengan adaptasi lingkungan
belajar ini Gallagher, dkk. (1983) mengemukakan ada beberapa cara sebagai
berikut.
a) Kelas pengayaan, guru kelas melaksanakan suatu program tanpa
bantuan petugas dari luar.
b) Guru konsultan, pelaksanaan program pengajaran dalam kelas
biasa dengan bantuan konsultan khusus yang terlatih.
c) Ruangan sumber belajar, siswa berbakat meninggalkan ruang
kelas biasa ke ruangan sumber untuk menerima pengajaran dari guru yang
terlatih.
d) Studi mandiri, siswa memilih proyek-proyek dan
mengerjakannya di bawah pengawasan seorang guru yang berwewenang.
e) Kelas khusus, siswa berbakat
dikelompokkan bersama-sama di sekolah dan diajar oleh guru yang dilatih
khusus.
f) Sekolah khusus, siswa berbakat
menerima pengajaran di sekolah khusus dengan staf guru yang
dilatih secara khusus.
Selanjutnya, Utami
Munandar (1996) mengemukakan bahwa alternatif
lingkungan belajar/tempat belajar anak berbakat
dapat berupa sekolah unggulan yang dapat
menampung anak-anak berprestasi tinggi dari
daerah sekitarnya. Di sekolah unggulan itu
mereka dihadapkan dengan program yang memungkinkan akselerasi dan
pengayaan.
2) Adaptasi Program
Adaptasi program dilakukan dalam
beberapa cara, diantaranya sebagai berikut.
a) Melalui percepatan/akselerasi siswa
Stanley (1979) mengemukakan beberapa
cara percepatan, yaitu:
(1) pemasukan ke sekolah pada usia dini, anak yang
memperlihatkan kematangan sosial dan intelektual diperbolehkan memasuki Taman
Kanak-kanak pada usia lebih muda dari anak pada umumnya;
(2) pelompatan tingkat/kelas, anak dengan cepat naik kelas
pada kelas/tingkat berikutnya walaupun belum
saatnya kenaikan kelas;
(3) percepatan materi, anak mengikuti materi standar dengan
waktu yang lebih singkat, misalnya belajar di Sekolah Menengah
Pertama hanya dua tahun;
(4) penempatan yang maju, siswa
mengambil pelajaran di Perguruan Tinggi sementara
ia masih di Sekolah Menengah Atas; dan
(5) pemasukan ke Perguruan Tinggi yang lebih awal, seorang siswa
yang sangat maju bisa masuk Perguruan Tinggi dalam usia 13, 14 atau 15 tahun.
b) Melalui pengayaan
Pengayaan isi (mata pelajaran)
memberi kesempatan pada siswa untuk mempelajari materi secara luas, seperti
menggunakan ilustrasi khusus, membuat contoh-contoh, memperkaya pandangan, dan
menemukan sesuatu.
c) Pencanggihan materi pelajaran
Materi pelajaran harus menantang
anak berbakat untuk menggunakan pemikiran yang tinggi agar mengerti ide,
dan memiliki abstraksi yang tinggi. Materi pencanggihan ini tidak terdapat
dalam kurikulum/program pendidikan biasa.
d) Pembaruan
Pembaruan isi pelajaran adalah
pengenalan materi yang biasanya tak akan muncul dalam kurikulum umum karena
keterbatasan waktu atau abstraknya sifat isi pelajaran. Tujuan pembaruan
ini ialah untuk membantu anak-anak berbakat menguasai ide-ide yang
penting. Jenis pembaruan materi pelajaran, misalnya guru mengajak siswa
untuk memikirkan konsekuensi kemajuan teknologi (AC, komputer, TV, dan
lain-lain).
e) Modifikasi kurikulum
sebagai alternatif
(1) Kurikulum plus
Herry Widyastono (1996) mengemukakan bahwa kurikulum plus dikembangkan dari
kurikulum umum (nasional) yang diperluas dan diperdalam (pengayaan horizontal
dan vertikal), agar siswa mampu memanifestasikan (mewujudkan) potensi proses
berpikir tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi, dan pemecahan masalah)
yang dimiliki, tidak sekadar proses berpikir tingkat rendah
(ingatan/pengetahuan, pemahaman, dan penerapan), seperti anak pada umumnya yang
sebaya dengannya.
(2) Kurikulum
berdiferensiasi
Conny Semiawan (1995) mengemukakan
bahwa kurikulum berdiferensiasi dirancang dengan mengacu pada penanjakan
kehidupan mental melalui berbagai program yang akan menumbuhkan kreativitas
serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual tingkat tinggi.
Kurikulum ini tidak memerlukan sekolah khusus anak berbakat. Dalam
model ini, anak berbakat yang menonjol dalam bidang tertentu bisa memperoleh
materi yang lebih banyak sehingga bakatnya menonjol. Dalam pengayaan, bukan
materi dan jam pelajarannya yang ditambah secara kuantitatif tetapi yang paling
penting adalah suatu desain yang secara kualitatif berbeda dengan anak normal.
Kurikulum ini memungkinkan guru
untuk mendiferensiasi kurikulum tanpa mengganggu kelancaran pembelajaran di
dalam kelas.
b. Strategi Pembelajaran dan
Model Layanan
1) Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan anak berbakat sangat mendorong anak tersebut untuk
berprestasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan strategi
pembelajaran adalah sebagai berikut.
a) Pembelajaran anak berbakat harus diwarnai dengan kecepatan
dan tingkat kompleksitas yang lebih sesuai dengan kemampuannya yang lebih
tinggi dari anak normal.
b) Pembelajaran pada anak berbakat tidak saja mengembangkan
kecerdasan intelektual semata, tetapi pengembangan kecerdasan emosional juga
patut mendapat perhatian. Utami Munandar (1996) mengemukakan bahwa kreativitas
dan motivasi internal anak berbakat perlu dikembangkan untuk belajar
berprestasi.
c) Pembelajara anak berbakat berorientasi pada modifikasi
proses, isi/content, dan produk. Sehubungan
dengan itu, M. Soleh YAI (1996) mengemukakan 3 jenis
modifikasi sebagai berikut. Modifikasi proses adalah
metodologi atau cara guru mengajar termasuk
cara mempresentasikan isi materi kepada
siswa yang berorientasi kepada berpikir tingkat
tinggi, banyak pilihan, mengupayakan penemuan, mendukung penalaran
atau argumentasi, kebebasan memilih, interaksi kelompok
dan simulasi, serta kecepatan dan variasi proses. Modifikasi
isi adalah modifikasi dalam materi
pembelajaran baik berupa ide, konsep maupun fakta.
Pembelajaran dimulai dari hal yang konkret, menuju ke hal
yang kompleks, abstrak dan bervariasi. Modifikasi produk atau
hasil adalah produk kurikulum yang tidak
dapat dipisahkan dari isi materi dan
proses pembelajaran yang dikembangkan dan
merupakan hasil dari proses yang dievaluasi untuk
menentukan efektivitas satu program.
2) Model-model layanan
Model-model layanan
yang dimaksud dalam tulisan adalah ini
model yang mengarah pada perkembangan anak
berbakat diantaranya layanan perkembangan kognitif,
nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus.
Berikut ini akan dikemukakan apa dan
bagaimana implementasi dari model-model itu (adaptasi dari Conny
Semiawan, 1995):
a) Model layanan kognitif-afektif
Sasaran akhir dari
model ini adalah pengembangan bakat. Oleh
karena itu, dalam proses pembelajaran sangat
memperhitungkan kreativitas dan sisi kognitif afektif
yang merupakan dinamika dari proses perkembangan bakat tersebut.
Metode atau cara dalam melaksanakan model tersebut, yaitu dengan cara
pemberian stimulus langsung pada belahan otak
kanan, dan metode tak langsung dengan menghayati pengalaman
belajar atau percakapan tertentu secara mendalam.
b) Model layanan perkembangan moral
Sasaran model ini
adalah tercapainya kemandirian moral atau
tanggung jawab moral yang diperoleh melalui
sosialisasi dan individualisasi dalam kaitan manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk
individu ia berhak mencipta, menyatakan diri
secara mandiri, namun sebagai makhluk
sosial ia harus dapat meletakkan kepentingannya
dalam kepentingan masyarakat. Pendidikan moral anak berbakat seyogianya
harus jauh lebih luas dari yang diperoleh di kelas. Usaha mengimplementasikan
model ini adalah sekolah harus menciptakan
suasana dengan mengacu pada kemampuan berpikir,
yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip dan kepedulian
terhadap yang lain. Oleh karena itu, Vare
dalam Khatana, 1992 mengusulkan strategi untuk
mengembangkan moral adalah: mengadakan diskusi
dengan teman sebaya mengenai dilema atau
klarifikasi nilai, membaca hasil penelitian tentang moral,
bermain peran, simulasi, drama kreatif dan permainan, penelitian
kelompok atau kelas mengenai ketentuan hukum
(strategi yuridisprudensial), dan diskusi dengan
lingkungan masyarakat tentang isu sekolah.
c) Model perkembangan nilai
Model ini memperhatikan
peranan kehidupan afektif (emosional) sehari-hari,
seperti rasa senang, sedih, takut, bangga,
malu, rasa bersalah, dan bosan. Perasaan-perasaan
ini membentuk sikap seseorang dan sebaliknya
perkembangan nilai erat hubungannya dengan perkembangan sikap
dan merupakan kerangka pembentukan moral seseorang. Oleh
karena itu, strategi pengembangan nilai erat kaitannya dengan
strategi perkembangan
moral.
d) Layanan berbagai bidang khusus
Bidang-bidang khusus ini adalah
kepemimpinan, seni rupa dan seni pertunjukan.
(1) Kepemimpinan
Kepemimpinan menurut Stogdill (1977)
adalah kemampuan, hasil belajar, tanggung jawab, partisipasi, status, dan
situasi.
(a) Kemampuan kepemimpinan
terkait dengan inteligensia, kepekaan dan penilaian. Sifat-sifat ini dapat
diamati dalam kegiatan ekstrakurikuler (bagi anak
remaja).
(b) Hasil belajar,
terkait dengan pengetahuan, kemajuan persekolahan atau data
authentic. Hal ini dapat dilatih dibangku
sekolah melalui berbagai pengalaman belajar dan
dapat dilihat dari kinerja pesertanya.
(c) Tanggung jawab,
terkait dengan prakarsa, percaya diri dan keinginan melebihi
teman-temannya. Ini dapat dilatih melalui tugas kelompok, dan
tugas konstruksi tertentu yang dapat menampilkan keinginan
untuk melebihi, dan mudah dapat diciptakan.
(d) Partisipasi, menunjuk pada
keaktifan, keluwesan, bergaul, kerja sama, kemampuan menyesuaikan diri dan
humor. Kemampuan itu dapat dilatihkan melalui berbagai permainan, seperti
penugasan membuat karangan tentang diri sendiri yang dapat menampilkan sifat
kepemimpinan tersebut.
(e) Status, terkait
dengan potensi sosial ekonomis dan popularitas. Hal ini dapat diamati dalam
pergaulan sehari-hari.
(f) Situasi, terkait
dengan tingkat mental, keterampilan, kebutuhan, dan interest. Biasanya
informasi tentang kualitas situasi ini diperoleh melalui analisis
sosiometrik.
(2) Kelompok seni dan
pertunjukan
Seni rupa dan pertunjukan adalah
sifat-sifat pribadi khusus dan produktivitas. Pendekatan biasanya dilakukan
melalui pengamatan dan layanan bersifat khusus melalui kinerja atau
pertunjukan. Layanan perilaku musik dapat diadakan dengan menyelesaikan melodi
musik menurut fantasinya sendiri, meniru langsung tanpa tanda baca not balok di
alat music tertentu, latihan irama, mengingat lagu atau melodi tertentu
tersebut.
c. Layanan perkembangan kreativitas
Pengembangan kreativitas terdiri
dari beberapa tingkat, seperti berikut.
1) Tingkat kreativitas pertama, ditandai oleh fleksibilitas,
originalities, serta keterbukaan terhadap masalah yang
disertai keberanian mengambil risiko. Latihannya
adalah berilah secarik kertas kepada anak
dengan pertanyaan ”Siapa Anda”. Tugasilah anak menulis sembilan jawaban tentang
dirinya yang tidak boleh dilihat oleh temannya. Suruhlah mereka periksa
secara cermat, barangkali ada jawaban yang
ingin diubahnya karena dirasakannya tidak sesuai dengan dirinya. Setelah
selesai bagilah murid menjadi 5 atau 8 orang per kelompok dan suruhlah mereka
saling membicarakan jawabannya. Tujuannya adalah
untuk saling menghayati keunikan dirinya. Selanjutnya dapat diberi
pertanyaan secara terbuka.
2) Tingkat kreativitas kedua, ditandai
oleh adanya pemetaan masalah dengan mencari
pemecahan masalah secara teratur (organized). Misalnya,
“Lima hari sekolah” dapat dipetakan dalam kelompok masalah dan bagaimana
perlakukan subjek terhadap masalah tersebut. Kemudian, guru dapat
memberikan beberapa pertanyaan yang menuntut
pemikiran evaluatif atau aneh seperti persamaan dan
perbedaan raksasa dan orang kerdil.
3) Tingkat kreativitas ketiga, dengan
mengadakan perumusan masalah berdasarkan asumsi tertentu,
seperti mencari berbagai informasi tentang hal tertentu,
analisis desain yang sistemik serta
meramalkan sesuatu (hipotesis), membuktikan kebenaran suatu ramalan, dan
membuat projek mandiri tentang topik tersebut. Selanjutnya, dapat dibuka
berbagai pusat kegiatan, misalnya pusat sains dan
pusat pengembangan pengabdian pada masyarakat.
d. Stimulasi imajinasi dan proses inkubasi
Hal lain yang
perlu dilakukan adalah mengembangkan stimulasi
imajinasi kreatif dan proses inkubasi.
1) Stimulasi imajinasi kreatif adalah
proses mental manusiawi yang menjadikan semua
kekuatan motif berprestasi untuk menstimulasi dan
memberi energi pada tindakan kreatif. Hal
ini dapat dilakukan dengan mengembangkan fungsi
otak kiri dan faktor khusus, seperti kualitas
suasana rumah, pola asuh ibu-anak atau
bapak-anak, komunikasi antarkeluarga sehingga terjadi interaksi anak
dengan lingkungannya.
2) Proses inkubasi adalah tahap berpikir kreatif dan pengatasan
masalah (problem solving) dimana fungs mental yang tadinya digerakkan oleh
persiapan yang direncanakan secara intensif sehingga tercapai pemahaman yang
mengarah pada pemecahan masalah.
e. Desain pembelajaran
Sebagaimana kita
ketahui bahwa anak berbakat terus-menerus
memerlukan stimulus untuk mencapai perkembangan
yang optimal. Oleh karena itu, kita perlu
merencanakan desain pembelajaran yang khusus. Renzulli
mengemukakan bahwa langkah-langkah penting untuk diperhatikan dalam
mendesain pembelajaran adalah sebagai berikut:
Seleksi dan latihan guru, pengembangan kurikulum
untuk memenuhi kebutuhan belajar dalam segi akademik
maupun seni, prosedur identifikasi jamak, pematokan sasaran program,
orientasi kerja sama antarpersonel, rencana
evaluasi, dan peningkatan administratif.
Hal-hal tersebut
dapat dikelompokkan menjadi karakteristik dan kebutuhan
belajar anak, persiapan tenaga guru,
pengembangan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan anak, adanya kerja sama antarpersonel,
pola administrasi, dan rencana evaluasi yang digunakan.
Selanjutnya, dalam menentukan
alternatif pembelajaran M. Soleh (1996) mengemukakan bahwa
ada pilihan khusus, seperti (1) mengemas
materi bidang studi tertentu agar sesuai
dengan kebutuhan belajar anak berbakat, kemudian
berangsur-angsur ke bidang studi lain; (2) melatih teknik mengajar tertentu
kepada guru bidang studi seperti teknik pembelajaran pengembangan
kreativitas; dan (3) mencobakan beberapa
model pembelajaran di sekolah atau daerah
tertentu dan jika diperoleh hasil yang
baik, kemudian menyebarluaskannya ke sekolah lain.
f. Evaluasi
Proses evaluasi
pada anak berbakat tidak berbeda dengan
anak pada umumnya, namun karena kurikulum
atau program pelajaran anak berbakat berbeda dalam cakupan
dan tujuannya maka dibutuhkan penerapan evaluasi yang sesuai dengan keadaan
tersebut.
Tujuan evaluasi adalah untuk
mengetahui ketuntasan belajar anak berbakat. Sehubungan dengan hal itu Conny
Semiawan (1987, 1992) mengemukakan bahwa instrumen dan prosedur yang
digunakan mengacu pada ketuntasan belajar adalah pengejawantahan dari
kekhususan layanan pendidikan anak berbakat, hasil umpan balik untuk keperluan
tertentu, pemantulan tingkat kemantapan penguasaan suatu materi sesuai dengan
sifat, keterampilan, dan kemampuan maupun kecepatan belajar seseorang. Model
pengukuran seperti tersebut di atas adalah pengukuran acuan kriteria
(criterion-reference). Sebaliknya ada pengukuran acuan norma yang membandingkan
keberbakatan seseorang dengan temannya. Kedua cara tersebut tidak selalu
menunjuk hasil akhir yang diinginkan, melainkan merupakan petunjuk bidang mana
yang sudah dikuasai individu sehingga memberikan keterangan mengenai
taraf kemampuan yang dicapai tanpa tergantung pada kinerja temannya. Penting
untuk diperhatikan bahwa sebaiknya disertai dengan saran mengenai model
evaluasi yang perlu diterapkan,apakah tes atau
nontes.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman
yang memadai mengenai anak berbakat akan mendukung keberhasilan layanan
pendidikan bagi anak-anak tersebut. Pengertian anak berbakat dalam
perkembangannya telah mengalami perubahan dari pengertian yang
berdasarkan pada pendekatan faktor tunggal (berdasarkan IQ) ke pendekatan yang
bersifat multi dimensional (faktor jamak). Faktor tunggal menggunakan kriteria
keberbakatan berdasarkan inteligensia yang tinggi, sedangkan faktor jamak
menggunakan kriteria keberbakatan tidak semata-mata ditentukan oleh
faktor inteligensia, tetapi juga hasil perpaduan atau hasil interaksi dengan
lingkungan.
Demikian pula dalam memandang
tentang karakteristik anak berbakat yang tidak hanya ditinjau dari keberbakatan
akademik, tetapi ditinjau pula dalam keberbakatan sosial, emosional, penampilan
dan pemeliharaan kesehatan. Anak berbakat pada umumnya memiliki keunggulan jika
dibandingkan dengan anak-anak normal sehingga mereka membutuhkan program dan
layanan pendidikan secara khusus dengan melalui adaptasi pendidikan bagi
anak-anak berbakat tersebut. Berdasarkan hasil penelitian M. Soleh, dkk.,
populasi anak berbakat adalah 3% dari anak seusianya dan 3-8 % dari
mereka berada di sekolah biasa. Dari data tersebut, sangat mungkin apabila di
kelas-kelas kita akan hadir anak berbakat yang selama ini dihadapkan dengan
kurikulum yang umum dan waktu belajar yang sama dengan teman sekelasnya atau
dengan jenis layanan yang relatif sama dengan teman sekelasnya. Alangkah
ruginya anak berbakat jika dihadapkan dengan situasi demikian secara
terus-menerus.
Kebutuhan
pendidikan anak berbakat ditinjau dari kepentingan anak berbakat
itu sendiri adalah yang berhubungan dengan
pengembangan potensinya yang hebat. Untuk mewujudkan potensi yang hebat
itu anak berbakat membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensi yang
dimilikinya melalui penggunaan fungsi otak, peluang untuk berinteraksi,
dan pengembangan kreativitas dan motivasi
internal untuk belajar berprestasi. Dari segi kepentingan
masyarakat, anak berbakat membutuhkan kepedulian, pengakomodasian, perwujudan
lingkungan yang kaya dengan pengalaman, dan kesempatan anak berbakat
untuk berlatih secara nyata.
Selanjutnya,
dalam menentukan jenis layanan bagi anak
berbakat perlu memperhatikan beberapa komponen berikut. Komponen persiapan
penentuan jenis layanan, seperti Mengidentifikasi
anak berbakat merupakan hal yang tidak mudah karena banyak anak
berbakat yang tidak menampakkan keberbakatannya
dan tidak dipupuk. Untuk mengidentifikasi anak
berbakat Anda perlu menentukan alasan atau sebab
mencari mereka sehingga dapat menentukan alat identifikasi yang sesuai
dengan kebutuhan tersebut. Tujuan pendidikan anak berbakat adalah
agar mereka menguasai sistem konseptual yang penting sesuai dengan
kemampuannya, memiliki keterampilan yang menjadikannya mandiri dan kreatif,
serta mengembangkan kesenangan dan kegairahan belajar untuk berprestasi.
Selanjutnya,
komponen alternatif implementasi layanan meliputi ciri khas layanan, strategi
pembelajaran dan evaluasi. Hal-hal yang diperhatikan dalam ciri khas layanan
adalah adaptasi lingkungan belajar, seperti usaha pengorganisasian tempat
belajar (sekolah unggulan, kelas khusus, guru konsultan, ruang sumber). Selain
itu, ada adaptasi program, seperti usaha pengayaan, percepatan, pencanggihan,
dan pembaruan program, serta modifikasi kurikulum (kurikulum plus dan
berdiferensiasi).
Berkaitan
dengan strategi pembelajaran bahwa strategi pembelajaran yang
dipilih harus dapat mengembangkan kemampuan intelektual
dan non intelektual serta dapat mendorong cara belajar anak berbakat. Oleh
karena itu, anak berbakat membutuhkan model layanan khusus, seperti
bidang kognitif afektif, moral, nilai, kreativitas, dan
bidang-bidang khusus. Evaluasi pembelajaran anak berbakat menekankan pada
pengukuran dengan acuan kriteria dan pengukuran acuan norma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar